Beranda | Berita Utama | White Crime | Lingkungan | EkBis | Cyber Crime | Peradilan | Pidana | Perdata | Politik | Legislatif | Eksekutif | Selebriti | Pemilu | Nusantara | Internasional | ResKrim | Gaya Hidup | Opini Hukum | Profil | Editorial | Index

Peradilan    
 
Pelaporan Kelahiran
MK Batalkan Aturan Pelaporan Kelahiran Maksimal 1 Tahun
Wednesday 01 May 2013 09:33:24

Kuasa Hukum Pemohon Sholeh Hayat dan Subroto Kalim meninggalkan ruang sidang usai mendengarkan Pengucapan Putusan Uji Materi UU Administrasi Kependudukan di ruang SidangPleno Gedung MK.(Foto: Ist)
JAKARTA, Berita HUKUM - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan aturan satu tahun batas pelaporan kelahiran inkonstitusional. Putusan dengan Nomor 18/PUU-XI/2013 ini dibacakan oleh Ketua MK M. Akil Mochtar dengan didampingi hakim konstitusi lainnya pada Selasa (30/4) di Ruang Sidang Pleno MK.

“Menyatakan mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian. Kata ‘persetujuan’ dalam Pasal 32 ayat (1) UU Nomor 32/2006 tentang Administrasi Kependudukan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sepanjang tidak dimaknai sebagai ‘keputusan’,” ujar Akil membacakan putusan yang dimohonkan oleh seorang tukang parkir asal Surabaya, Mutholib.

Selain itu, Akil menyebut frasa “sampai dengan 1 (satu) tahun” dalam Pasal 32 ayat (1) UU Nomor 32/2006 tentang Administrasi Kependudukan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Pasal 32 ayat (1) UU Nomor 32/2006 tentang Administrasi Kependudukan selengkapnya menjadi, “Pelaporan kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) yang melampaui batas waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal kelahiran, pencatatan dilaksanakan setelah mendapatkan keputusan Kepala Instansi Pelaksana setempat”.

Dalam pendapat Mahkamah yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati, Mahkamah menilai frasa “persetujuan” yang termuat dalam Pasal 32 ayat (1) UU 23/2006 dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 dalam proses pencatatan dan penerbitan akta kelahiran karena persetujuan bersifat internal di Instansi Pelaksana. Oleh karena itu, menurut Mahkamah, untuk menentukan kepastian hukum yang adil, dicatat atau tidak dicatatnya kelahiran yang terlambat dilaporkan perlu keputusan dari Kepala Instansi Pelaksana yang didasarkan pada penilaian mengenai kebenaran tentang data yang diajukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. “Sehingga frasa ‘persetujuan’ dalam Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang a quo harus dimaknai sebagai ‘keputusan’ Kepala Instansi Pelaksana,” paparnya.

Maria melanjutkan, Mahkamah menilai pelayanan akta kelahiran menjadi rumit dan berbelit-belit akibat kelahiran yang terlambat dilaporkan kepada Instansi Pelaksana setempat yang melampaui batas waktu 60 hari sampai dengan satu tahun seperti pasal tersebut. Menurut Mahkamah, keterlambatan melaporkan kelahiran yang lebih dari satu tahun yang harus dengan penetapan pengadilan akan memberatkan masyarakat. “Keberatan tersebut bukan saja bagi mereka yang tinggal jauh di daerah pelosok tetapi juga bagi mereka yang tinggal di daerah perkotaan,” jelas Maria.

Lagipula, lanjut Maria, proses di pengadilan bukanlah proses yang mudah bagi masyarakat awam sehingga dapat mengakibatkan terhambatnya hak-hak konstitusional warga negara terhadap kepastian hukum. Proses untuk memperoleh akta kelahiran yang membutuhkan prosedur administrasi dan waktu yang panjang serta biaya yang lebih banyak dapat merugikan penduduk, padahal akta kelahiran tersebut merupakan dokumen penting yang diperlukan dalam berbagai keperluan.

“Oleh karena itu, Pasal 32 ayat (2) UU 23/2006 selain bertentangan dengan ketentuan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, dan Pasal 28D ayat (4) UUD 1945, hal tersebut juga bertentangan dengan prinsip keadilan, karena keadilan yang tertunda sama dengan keadilan yang terabaikan (justice delayed, justice denied),” ungkapnya.

Sedangkan mengenai frasa “sampai dengan satu tahun” dalam Pasal 32 ayat (1) UU 23/2006 menjadi tidak relevan lagi setelah Pasal 32 ayat (2) UU 23/2006 dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Oleh karena itu, sambung Maria, frasa ‘sampai dengan satu tahun’ dalam Pasal 32 ayat (1) UU 23/2006 harus pula dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

“oleh karena Pasal 32 ayat (2) UU 23/2006 dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan karena itu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat maka frasa “dan ayat (2)” dalam Pasal 32 ayat (3) UU 23/2006 tidak mempunyai relevansi lagi, sehingga harus dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan karena itu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” tandas Maria.(llu/mk/bhc/opn)


 
Berita Terkait Pelaporan Kelahiran
 
MK Batalkan Aturan Pelaporan Kelahiran Maksimal 1 Tahun
 
Untitled Document

 Beranda | Berita Utama | White Crime | Lingkungan | EkBis | Cyber Crime | Peradilan | Pidana | Perdata | Pledoi | Politik | Legislatif | Eksekutif | Selebriti | Pemilu | Nusantara | Internasional | ResKrim | Gaya Hidup | Opini Hukum | Profil | Editorial | Index


  Berita Terkini >>
 
Mengapa Dulu Saya Bela Jokowi Lalu Mengkritisi?
5 Oknum Anggota Polri Ditangkap di Depok, Diduga Konsumsi Sabu
Mardani: Hak Angket Pemilu 2024 Bakal Bikin Rezim Tak Bisa Tidur
Hasto Ungkap Pertimbangan PDIP untuk Ajukan Hak Angket
Beredar 'Bocoran' Putusan Pilpres di Medsos, MK: Bukan dari Kami
Pengemudi Mobil Plat TNI Palsu Cekcok dengan Pengendara Lain Jadi Tersangka Pasal 263 KUHP
Untitled Document

  Berita Utama >
   
Mengapa Dulu Saya Bela Jokowi Lalu Mengkritisi?
Mudik Lebaran 2024, Korlantas: 429 Orang Meninggal Akibat Kecelakaan
Kapan Idul Fitri 2024? Muhammadiyah Tetapkan 1 Syawal 10 April, Ini Versi NU dan Pemerintah
Refly Harun: 6 Ahli yang Disodorkan Pihak Terkait di MK Rontok Semua
PKB soal AHY Sebut Hancur di Koalisi Anies: Salah Analisa, Kaget Masuk Kabinet
Sampaikan Suara yang Tak Sanggup Disuarakan, Luluk Hamidah Dukung Hak Angket Pemilu
Untitled Document

Beranda | Tentang Kami | Hubungi | Redaksi | Partners | Info Iklan | Disclaimer

Copyright2011 @ BeritaHUKUM.com
[ View Desktop Version ]